Di siang yang panas dan cerah, dari sanalah
peristiwa ini berawal.
Seseorang
keluarga yang terdiri dari ibu,ayah, dan anak sedang menempati rumah barunya.
“Ahh.. indahnya rumah baru kita..” Clara,seorang anak yang masih berusia 6
tahun itu sangat gembira mempunyai rumah baru, karena rumah lama nya dekat
dengan sungai. Itu membuat Clara sedikit ketakutan. Suatu hari,mereka hendak
berlibur ke luar kota. Didalam mobil Clara menyanyi karena kegirangan. Ditengah
perjalanan, sebuah mobil menabrak pembatas jalan yang mengakibatkan mobil Clara
hancur. Mereka terpaksa harus mementingkan keadaan dirinya sendiri. Ayah Clara
tidak apa-apa. Clara sendiri kehilangan salah satu matanya. Sementara Ibu Clara
telah meninggal dunia dengan kondisi yang mengenaskan. Ia tertumpuk kursi
mobilnya dan mobil yang menabraknya. Ayah Clara prihatin dengan Clara, terutama
istrinya. Secepat mungkin Ayah Clara membawa istri dan anakna ke rumah sakit
terdekat. Ia tak mempedulikan kondisi mobilnya yang telah hancur. Satu jam
kemudian, Istrinya telah ditutupi kain kafan dan dibawa ke ruang jenazah. Ayah
Clara mengikhlaskan semua itu. Ia yakin, bahwa Tuhan punya rencana yang lebih
baik darinya. Disisi lain, keadaan Clara tak berubah. Keadaannya masih
terbaring lemas ditempat tidur. Masih belum ada satu orang pun yang ikhlas
mendonorkan salah satu matanya untuk Clara. Menyadari hal itu, ayah tercintanya
dengan berani bertemu dengan dokter. “Dokter, ijinkanlah aku untuk memberi
salah satu mataku untuk buah hatiku ini dokter. Hanya dialah yang kupunya
sekarang.” Akhirnya, dokter pun mengijinkan. Operasi pengambilan mata berjalan
lancar. Kini, ayah Clara hanya mempunyai satu mata, sedangkan Clara tercinta
mempunyai dua mata. Ayah Clara mulai membuka matanya. “Dokter, bagaimana keadaan
anakku, Clara?Apakah putriku sudah sadar? Bagaimana perasaan nya sekarang?”
Ayah Clara terus menanyakan keadaan putrinya. Namun dokter tidak menghiraukan
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Akhirnya, dengan keadaan yang baru enakan, ayah
Clara membawa botol infusnya dan mencari Clara. Ayah Clara mencari-cari anaknya
di lantai dua, namun tidak ditemukan juga sosok anak perempuan yang rambutnya
dikuncir dua itu. Ia pun mencari ke lantai tiga. Dengan bantuan suster, ia
ditunjukkan kamar anak tercintanya tersebut. Kamar Clara ditemukan. Clara
terlihat pucat dan sayu. Ia masih trauma dengan peristiwa kecelakaan yang
menimpanya kemarin. Hati ayah Clara sudah lega karena mendapati anaknya yang
sudah mulai sadar. “Ayah, aku dengar, waktu aku kecelakaan mataku hilang satu
ya, Yah? Kenapa sekarang mataku lengkap Yah? Hehe.. Memangnya siapa yang
melengkapi mataku? Ohya, ibu mana Yah? Kok tidak bersama ayah? Ayah terngkar
dengan ibu?” Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Clara.
Ayahnya tidak kuat menjawab. Ia hanya mengeluarkan air mata. Beberapa hari
kemudian, Clara diperbolehkan pulang. Iakembali sekolah dan bermain dengan
ceria, meski ibunya telah tiada. Namun, Clara agak malu dengan kondisi ayahnya
yang buta sebelah. Seringkali ia diejek
teman-temannya karena ayahnya tak bisa melihat sempurna. Hari demi hari, Tahun
demi tahun Clara telah menjadi remaja yang cantik. Sekarang ia duduk di kelas
tiga SMP. Seperti biasa, ejekan “Papi Clara Buta” selalu terdengar di
telinganya. Clara sangat malu. Tidak ada satu pun temannya yang iba akan dia.
Lama-lama Clara mulai bosan dengan hidupnya. Suatu hari, Clara berencana untuk
bunuh diri dengan menggoreskan pisau di pergelangan tangannya. Ayahnya sedang
membersihkan rumah. Perasaan ayahnya mulai tidak enak. Ia segera naik ke atas
dan ke balkon rumah. Ia mendapati Clara pingsan. Tak berpikir panjang, si Ayah
langsung membawa Clara ke rumah sakit, dimana ia dirawat dulu. Selang beberapa
jam, dokter keluar dari kamar Clara. “Pak, anak bapak kekurangan darah. Luka di
pergelangan tanganya hanya berjarak dua senti dari urat nadi. Untung Clara
hanya kekurangan darah.” Ayah Clara termenung. Membayankan betapa sadisnya
Clara pada dirinya. Ia belum tahu semua pengorbanan ayahnya. Terkadang, Clara
membanting kursi-kursi dimeja makan, memberantakkan kamar ayahnya, dan menyobek
baju ayahnya. “Maaf pak, jangan melamun. Pikirkan siapa yang akan mendonorkan
darah untuk anak bapak. Jangan diam saja.” Peringat dokter. “I..Iiyaaa.. Pak..
Saya yang mendonorkan.” Ayah Clara dibawa kesuatu ruangan. Kebetulan golongan
darah Clara dan ayahnya sama, yaitu O. Beberapa hari kemudian, Clara mulai
mebuka matanya perlahan. Yang pertama kali ia lihat ialah wajah ayahnya.
Ayahnya terbaring di tempat tidur yang berada di sebelah kanan Clara. Ia heran,
mengapa ia dan ayahnya berada dirumah sakit. “Suster, mengapa ayahku di
sebelahku? Seingatku, aku yang membuat luka dipergelangan tanganku. Mengapa
ayahku ikut-ikut? Membosankan sekali. Aku sangat bosan melihat wajah ayahku
yang matanya tidak lengkap. Sekarang,ia di sebelahku. Usir saja ayahku dari
ruangan ini.” Tanya Clara sedikit marah. “Nak, perlu kamu tahu, dirumah sakit
inilah ayahmu bisa buta. Waktu kamu kamu kecelakaan,ibumu meninggal,Kamu
kehilangan salah satu matamu. Sedangkan ayahmu tidak apa-apa. Maka dari itu, ia
mendonorkan satu matanya untukmu, karena hanya kamulah yang ia punya sampai
sekarang. Ia selalu menuruti perintah dan kemauanmu, meski ia tak punya cukup
uang. Ia selalu memasakkan kamu, mencuci dan menyetrika baju-bajumu,
,membelikan keperluan-keperluanmu dari ujung rambut hingga ujung kaki,
membangunkanmu waktu pagi meski kamu sudah remaja, membersihkan rumah,
mengantar dan menjemputmu ke sekolah. Kini ia lagi yang mendonorkan darahnya
untukmu agar kamu tak kekurangan darah waku kamu menggoreskan pisau ke
pergelangan tanganmu.” Suster menjelaskan. Kini, Clara tahu siapa yang
mendonorkan mata dan darah untuknya. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan
Clara pada ayahnya sewaktu Clara masih kecil terjawab sudah. Clara tak
henti-hentinya menangis. Ia langsung memeluk dan mencium ayahnya, lalu
membisikkan kata-kata, “Ayah, aku cinta Ayah. Aku hanya iblis di hati ayah yang
hanya menjadikan Ayahku sendiri pembantuku. Maafkan perbuatan Clara Yah.” Sejak
itu Clara tahu, bahwa kasih orangtua tidak ada batasnya. Clara berjanji akan
selalu menyayangi ayahnya hingga ajal tiba.
No comments:
Post a Comment